Penyelesaian
Sengketa
Sengketa dimulai ketika satu pihak
merasa dirugikan oleh pihak lain. Ketika pihak yang merasa dirugikan
menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua dan pihak kedua tsb
menunjukkan perbedaan pendapat maka terjadilah perselisihan atau sengketa.
Sengketa dapat diselesaikan melalui
cara-cara formal yang berkembang menjadi proses adjudikasi yang terdiri dari
proses melalui pengadilan dan arbitrase atau cara informal yang berbasis pada
kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa melalui negosiasi dan mediasi.
1. Negosiasi (Negotiation)
Negosiasi merupakan proses
tawar-menawar dengan berunding secara damai untuk mencapai kesepakatan
antarpihak yang berperkara, tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah.
2. Mediasi
Proses penyelesaian sengketa
antarpihak yang bersengketa yang melibatkan pihak ketiga (mediator) sebagai
penasihat. Dalam hal mediasi, mediator bertugas untuk melakukan hal-hal sbb:
- Bertindak sebagai fasilitator sehingga terjadi pertukaran informasi
- Menemukan dan merumuskan titik-titik persamaan dari argumentasi antarpihak, menyesuaikan persepsi, dan berusaha mengurangi perbedaan sehingga menghasilkan satu keputusan bersama.
3. Arbitrase
Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 1999,
arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum
yang didasarkan perjanjian arbitrase secara tertulis oleh pihak yang
bersengketa. Perjanjian arbitrase merupakan kesepakatan berupa klausula
arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak
sebelum atau setelah timbul sengeketa.
Suatu perjanjian arbitrase tidak
menjadi batal walaupun disebabkan oleh suatu keadaan seperti di bawah ini:
- Salah satu pihak meninggal
- Salah satu pihak bangkrut
- Pembaharuan utang (novasi)
- Salah satu pihak tidak mampu membayar (insolvensi)
- Pewarisan
- Berlakunya syarat hapusnya perikatan pokok
- Bilamana pelaksanaan perjanjian tsb dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tsb
- Berakhir atau batalnya perjanjian pokok
Dua jenis arbitrase :
1. Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunter
Arbitrase ini merupakan arbitrase
bersifat insidentil yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan
perselisihan tertentu. Kedudukan dan keberadaan arbitrase ini hanya untuk
melayani dan memutuskan kasus perselisihan tertentu, setelah sengketa selesai
maka keberadaan dan fungsi arbitrase ini berakhir dengan sendirinya.
2. Arbitarse institusional
Arbitrase ini merupakan lembaga
permanen yang tetap berdiri untuk selamanya dan tidak bubar meski perselisihan
yang ditangani telah selesai.
Pemberian pendapat oleh lembaga
arbitrase menyebabkan kedua belah pihak terikat padanya. Apabila tindakannya
ada yang bertentangan dengan pendapat tersebut maka dianggap melanggar
perjanjian, sehingga terhadap pendapat yang mengikat tersebut tidak dapat
diajukan upaya hukum atau perlawanan baik upaya hukum banding atau kasasi.
Sementara itu, pelaksanaan putusan
arbitrase nasional dilakukan dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak
tanggal putusan ditetapkan. Dengan demikian, lembar asli atau salinan otentik
putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada
panitera pengadilan negeri dan oleh panitera diberikan catatan yang berupa akta
pendaftaran.
Putusan arbitrase bersifat final,
dibubuhi pemerintah oleh ketua pengadilan negeri untuk dilaksanakan sesuai
ketentuan pelaksanaan putusan dalam perkara perdata yang keputusannya
telah memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak, tidak dapat diajukan
banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
Dalam hal pelaksanaan keputusan
arbitrase internasional berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 1999, yang berwenang
menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional
adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sementara itu berdasarkan Pasal 66
UU Nomor 30 Tahun 1999, suatu putusan arbitrase internasional hanya diakui
serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum RI, jika telah memenuhi persyaratan
sbb:
- putusan arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan Negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional
- putusan arbitrase internasaional terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan
- putusan arbitrase internasional hanya dapat dilakukan di Indonesia dan keputusannya tidak bertentangan dengan ketertiban umum
- putusan arbitrase internasonal dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekutor dari ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Permohonan pembatalan putusan
arbitrase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 30 hari terhitung
sejak hari pernyataan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada panitera
pengadilan negeri dimana permohonan tsb diajukan kepada ketua pengadilan
negeri.
Terhadap putusan pengadilan negeri
dapat diajukan permohonan banding ke MA mempertimbangkan serta memutuskan
permohonan banding tsb diterima oleh MA.
Perbedaan
antara Perundingan, Arbitrase, dan Legitasi
Proses
|
Perundingan
|
Arbitrase
|
Legitasi
|
yang
mengatur
|
Para
pihak
|
Arbiter
|
Hakim
|
proses
|
Informal
|
Agak
formal sesuai dengan rule
|
Sangat
formal dan teknis
|
jangka
waktu
|
Segera
(3-6 minggu)
|
Agak
cepat (3-6 bulan)
|
Lama
(>2 tahun)
|
biaya
|
Murah
|
Terkadang
sangat mahal
|
Sangat
mahal
|
aturan
pembuktian
|
Tidak
perlu
|
Agak
informal
|
Sangat
formal & teknis
|
publikasi
|
Konfidensial
|
Konfidensial
|
Terbuka
untuk umum
|
hubungan
para pihak
|
Kooperatif
|
Anatgonistis
|
Antagonistis
|
fokus
penyelesaian
|
Masa
depan
|
Masa
lalu
|
Masa
lalu
|
metode
negosiasi
|
Kompromis
|
Sama
keras pada prinsip hukum
|
Sama
keras pada prinsip hokum
|
komunikasi
|
Memperbaiki
yang sudah lalu
|
Jalan
buntu
|
Jalan
buntu
|
result
|
Win-win
|
Win-lose
|
Win-lose
|
pemenuhan
|
Sukarela
|
Selalu
ditolak dan mengajukan oposisi
|
Ditolak
dan mencari dalih
|
suasana
emosional
|
Bebas
emosi
|
Emosional
|
Emosi
bergejolak
|